AKU DAN TAHUN BARU HIJRIAH
Kalender hijriah mungkin
tidak sepopuler kalender masehi yang dipakai secara nasional bahkan
internasional. Padahal kita sebagai umat Islam seharusnya lebih memperhatikan
kalender hijriah yang berasal dari Islam. Oke, kali ini saya ingin membahas
tuntas serta ngalor-ngidul tentang tahun baru hijriah.
Pertama kali saya mengenal
tahun Hijriah tentunya dari orang tua saya. Karena saya lahir di desa yang
alhamdulillah masih menggunakan tahun hijriah maupun tahun Jawa (campuran
hijriah dan hindu). Karena kami berpatokan pada tahun hijriah / jawa untuk
menandai masa-masa bercocok tanam, ritual-ritual budaya (selamatan, tahlilan,
pernikahan dsb) dan tentunya sebagai acuan ibadah umat Islam seperti puasa
Ramadhan dan haji. Jadi, bagi masyarakat kami, kalender hijriah / Jawa
sangatlah penting. Kalender Masehi hanya dipakai untuk urusan-urusan umum,
seperti pendidikan umum, ekonomi dan sebagainya.
Ketika saya belajar di
Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA), saya baru mengenal sejarah tahun hijriah.
Diceritakan bahwa tahun hijriah diawali dari peristiwa hijrahnya (berpindah)
Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah. Hijrahnya beliau dikarenakan Mekkah
belum begitu kondusif untuk syiar Islam, sehingga umat Islam awal (Assabiqunal
Awwalun) saat itu terpaksa harus mencari tempat baru yang lebih aman dan
kondusif untuk menyebarkan syiar Islam. Atas petunjuk Allah SWT, dipilihlah
Yastrib sebagai kota tujuan hijrah, karena Yastrib dianggap kota yang aman,
strategis dan mempunyai penduduk yang antusias untuk belajar dan mendukung agama
Islam yang dibawa oleh Rasulullah. Setelah Rasulullah dan pengikutnya secara
sembunyi-sembunyi memasuki kota itu, maka Yastrib diubah namanya menjadi
Madinah, atau bermakna "Kota yang Tertib". Penduduk Yastrib saat itu
sangat antusias dan bahagia atas kehadiran Rasulullah dan pengikutnya. Mereka
menyambut rombongan Rasulullah dengan bernyanyi diiringi rebana.
Rasulullah menjuluki
pengikutnya dari Makkah sebagai kaum Muhajirin, sedangkan penduduk Madinah
sebagai kaum Anshor. Kemudian Rasulullah mempersaudarakan dua kaum tersebut,
sehingga bisa hidup secara damai dan berdampingan. Peristiwa hijrah itulah
sebagai dasar penanggalan kalender Hijriah yang dipakai Islam sampai sekarang.
Sedangkan muharram dipilih sebagai awal bulan Hijriah dengan beberapa pertimbangan
khusus dari Rasulullah dan para sahabat. Yang pasti Rasulullah tidak ingin awal
bulan Hijriah (tahun baru) dijadikan perayaan yang berlebihan yang menjerumus
pada kemusyrikan seperti layaknya tahun baru masehi (mengagungkan Nabi Isa AS).
Oke, itu sekilas sejarah
kalender hijriah. Setelah saya mengetahui dan meyakini keutamaan kalender
hijriah, ternyata pada kenyataannya hampir tidak pernah bagi kami (kaum muda)
mengaplikasikan kalender tersebut. Itu terjadi karena kami hampir tidak pernah
bergelut dalam aspek ritual budaya maupun pertanian. Dunia kami adalah dunia
sekolah umum yang menggunakan kalender masehi. Mungkin hanya saat bulan
Ramadhan, kami sadar tentang kalender hijriah. Selebihnya kami buta sama
sekali. Apalagi sekarang banyak kalender yang tidak meyertakan penanggalan
Hijriah maupun Jawa, praktis kami semakin acuh dengan penanggalan itu.
Mungkin terdengar
menyedihkan. Gejala-gejala pencerabutan kalender hijriah dari kehidupan
generasi muda Islam sangatlah nampak. Itu kondisi di pedesaan, di perkotaan
saya kira akan lebih mengkhawatirkan, karena ritual budaya maupun pertanian
tidak dipraktekkan di perkotaan. Sehingga generasi tua pun mungkin sudah buta
tentang kalender hijriah.
Setelah saya menginjak
remaja, saya memasuki dunia dakwah remaja. Saya mulai mengikuti kajian-kajian
keislaman untuk remaja dan banyak membaca majalah-majalah Islam remaja.
Alhamdulillah di situlah mulai ada sedikit aplikasi dari kalender hijriah.
Dalam kajian, kami biasa menulis tanggal kegiatan dengan tanggal hijriah dan
tanggal masehi. Sehingga paling tidak, mulai agak familiar dengan tanggal
hijriah. Sedangkan dalam majalah-majalah Islam juga biasanya membubuhkan
tanggal hijriah bersama dengan tanggal masehi, bahkan ada yang hanya
mencantumkan tanggal hijriah. Saya fikir, kegiatan dakwah remaja sangat
berperan dalam menjaga eksistensi kalender hijriah dalam kehidupan remaja
muslim.
Setelah cukup dewasa, saya
dituntut tidak hanya menjadi obyek dakwah, namun juga harus berperan sebagai
subjek dakwah. Untuk poin sosialisasi dan aplikasi kalender hijriah di kalangan
umat Islam khususnya di kalangan remaja, saya berusaha melestarikan tradisi
pemakaian bicalender pada tiap kegiatan kami. Pemakaiannya berupa penulisan
tanggal pada surat menyurat, daftar hadir acara, spanduk kegiatan, banner
kegiatan dan sebagainya. Ketika saya bergabung dalam majalah Islam remaja pun
saya coba untuk mensosilaisasikannya dalam media tersebut.
Nah, sekarang saya ingin
bercerita tentang momen-momen tahun baru hijriah dalam kehidupan saya. Awalnya
saya sebenarnya merasa bahwa tahun baru masehi lebih spesial daripada tahun
baru hijriah. Karena memang saya lebih familiar dan dekat dengan kalender
masehi, serta karena perayaan tahun baru masehi itu memang meriah dimana-mana.
Tidak hanya di Indonesia, bahkan di seluruh penjuru dunia. Mulai dari
diberikannya hari libur, maksimalisasi layanan wisata, kembang api, terompet
dan sebagainya, membuat tahun baru masehi diakui jauh lebih heboh dan meriah.
Bandingkan dengan tahun baru hijriah, mana ada hari libur, promo wisata,
terompet apalagi kembang api?
Perayaan tahun hijriah yang
kami selenggerakan di desa biasanya dengan mengkhatamkan al-quran bersama-sama
dalam semalam di masjid maupun surau. Namun remaja maupun pemuda yang
menghadiri biasanya minim. Ada banyak anak-anak pun itu karena mereka santri
MDA yang diwajibkan mengikuti kegiatan itu. Alhamdulillah karena saya bergabung
dengan kajian remaja Islam tidak lama setelah tamat MDA, saya selalu eksis
mengikuti kegiatan ini.
Ketika aktif dalam kegiatan
dakwah remaja, Islam mulai tertanam kuat dalam hati sanubari saya. Sehingga
hal-hal yang Islami sangat saya gandrungi karena sedang cinta-cintanya pada
Islam. Oke, momen selanjutnya pada saat rapat PD IPM Kab. Tegal (Pimpinan
Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Kabupaten Tegal). Kami merapat membahas
agenda dakwah bertepatan dengan akhir tahun hijriah 1431, Nah, ketika memasuki
tahun baru 1432 H (maghrib), kami saling mengucapkan selamat tahun baru.
Rasanya begitu berkesan ketika sekumpulan muslim berkumpul dan merayakan tahun
baru bersama-sama. Seolah-olah kami berada di negeri Islam sejati. Subhanallah.
Lebih spesial lagi ketika kami pulang ke rumah masing-masing, ternyata di jalan
"disambut" oleh macet karena ada pawai muharamman dari Kecamatan
Adiwerna dan Talang. Kami bermacet-macet ria, namun hati amat gembira.
Tahun berikutnya, saya
sedang KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Desa Kebandungan, Bantarkawung, Brebes. Desa
yang masih amat sangat terpencil. Desa ini dikelilingi hutan dan sungai,
sehingga sangat terisolasi dari peradaban modern, hehe. Pokoknya masih sangat
kental sekali nuansa pedesaannya, sekalipun listrik, televisi, telepon, bahkan
internet sudah bisa diakses di desa tersebut. KKN adalah momen pertama saya
bisa jauh dari rumah dalam tempo yang relatif lama (1,5 bulan). Beruntung
sekali baik partner KKN, serta tempat dan warga desa sangat kondusif, sehingga
saya betah di tempat KKN. Tiga minggu kemudian saya harus pulang ke Tegal
karena PR IPM Ketileng akan mengadakan musyawarah ranting dan Majalah gemilang
akan mengadakan open recruitment. Alhamdulillah ketika
"kabur sementara" dari tempat KKN, saya bisa menghadiri dua acara
tersebut dan alhamdulillah keduanya bisa berjalan lancar. Ternyata esok
harinya adalah tahun baru hijriah 1433 H. Momen tahun baru yang indah.
Tahun depannya, tahun baru
1434 H, kembali momen indah terjadi di markas PD IPM Kab. Tegal di GDM Slawi. Saat
itu ada agenda rapat persiapan program kerja unggulan kami, Lomba Lintas Alam.
Menjadi lebih spesial karena beberapa teman shaum,
sehingga berbuka puasa tepat saat tahun baru. What a beatifull momment.
Untuk tahun ini, 1435 H,
momen indah tetap diberikan kepada saya. 4 hari menjelang tahun baru adalah
kegiatan ToT (Training of Trainer) Jurnalistik yang diadakan oleh bidang
saya (Pengkajian Ilmu Pengetahuan) di PW IPM Jateng (Pimpinan Wilayah Ikatan
Pelajar Muhammadiyah Jawa Tengah). Alhamdulillah kegiatan itu berjalan
lancar dan happy ending. Bersyukur sekali rasanya bisa menuntaskan
amanah penyelenggaraan acara ini. Dalam kegiatan ini juga saya merasa lebih
dekat dengan teman-teman PW IPM serta lebih percaya diri untuk tetap teguh
mengemban amanah ini. Jujur saja setelah saya pindah di Semarang, justru banyak
sekali hambatan untuk bisa meneruskan amanah di PW IPM.
Wah, 4 tahun terakhir ini
momen tahun baru hijriah selalu spesial dan membahagiakan. Saya semakin cinta
dengan tahun hijriah dan tentu saja semakin cinta dengan Islam. Oya, saya sudah
lama tidak pernah menunggu-nunggu apalagi merayakan tahun baru masehi
(terompet, begadang dsb), karena memang bagi saya nothing special. Malah
sekarang saya merasa miris dan kesal ketika para kaum muda (yang mayoritas
Islam) begitu lebay dalam menghidup-hidupi tahun baru masehi dengan
beragam kemubadziran bahkan kemaksiatan. Mulai dari terompet, kembang api,
konvoi, kencan dan bahkan sampai mabuk-mabukkan dan berbuat mesum. Astaghfirullahaladziem.
Naudzubillah min dzalik.
Itulah sekilas oret-oretan
saya tentang tahun baru hijriah. Tahun hijriah ternyata istimewa dan memang
harus kita istimewakan sebagai seorang muslim. Merayakan tahun baru hijriah
bukan dengan hal-hal yang mubadzir apalagi maksiat, rayakanlah dengan hal-hal
positif seperti kajian Islam, membaca Al-quran, shodaqoh dan hal bermanfaat
lainnya. Insya Allah tahun baru hijriah akan menjadi momen yang sangat spesial
bagimu.